Minggu, 28 September 2014

Uang Panaik

Saya menghabiskan lebaran tahun ini dengan mudik ke Pomalaa. Mudik kali ini, saya berkesempatan untuk ikut dalam salah satu adat pernikahan Bugis, yaitu mengantarkan uang panaik. Walaupun saya menikah dengan orang Bugis, pernikahan saya kemarin ga ikut adat Bugis, jadi untuk pernikahan adat Bugis sendiri saya belum terlalu paham.Yang akan menikah ini adalah sepupunya suami saya. Berhubung kami lagi disana, kami diminta juga untuk ikut serta keluarga lainnya dalam acara mengantarkan uang panaik.

Uang panaik adalah sejumlah uang yang diberikan kepada keluarga calon mempelai wanita yang akan digunakan untuk melngsungkan acara pernikahan. Uang ini adalah uang diluar mahar. Besarnya uang panaik ini tergantung pada kesepakatan kedua keluarga. Biasanya sih, besarnya tergantung pada strata sosial keluarga calon mempelai wanita (seperti bangsawan atau bukan), tingkat pendidikan wanita, pekerjaan wanita, gelar hajjah, dan beberapa aspek lainnya. Semakin dinilai tinggi kedudukan seorang wanita, maka semakin tinggi uang panaiknya. Kata suami saya sih, sebenernya filosofi uang panaik ini adalah berapa harga yang mau dibayar calon mempelai pria agar keluarga calon mempelai wanita mau melepas anak gadisnya. Jadi, urusan uang panaik ini jadi semacam gengsi tersendiri bagi keluarga calon mempelai wanita.

Acara penyerahan uang panaik yang kemarin saya datangi, cukup singkat. Begitu sampai di rumah keluarga calon mempelai wanita, juru bicara calon mempelai pria langsung mengutarkan maksud kedatangannya, yaitu untuk melamar anak gadis  dan  menyerahkan uang panaik (besarnya harus disebutkan dengan jelas lo, makanya jadi gengsi kalo uang panaiknya sedikit). Selain uang panaik, disebutkan pula bahwa keluarga calon mempelai pria juga membawa sekian karung beras, tepung, gula, dan sebagainya. Iya. untuk bahan mentah seperti itu juga menajdi bagian dari seserahan saat acara penyerahan uang panik itu. Selesai menyampaikan seserahan itu dan menentukan tanggal pernikahan, acara selanjutnya makan-makan terus pulang. Simpel banget ya..

Eh tapi ternyata, jaman dulu acara penyerahan uang panaik tidak sesimpel itu. Jaman sekarang sih demi menghemat waktu, besaran uang panaik sudah dirembug sebelumnya. Jadi ketika acara berlangsung, semua sudah sepakat, dan terkesan acara tersebut formalitas saja. Jaman dulu itu, saat penyerahan uang panaik itu sekaligus acara rembug dua keluarga. Yang bicara dalam forum tersebut hanya juru bicara kedua keluarga saja. Misal nih, juru bicara keluarga pria mengatakan ke juru bicara keluarga wanita bahwa mereka akan memberika udang panaik sekian. Lalu juru bicara keluarga wanita akan masuk ke dalam, menyampaikan ke kelurga wanita bahwa mereka kan memberikan uang paniak sekian. jika keluarga wanita setuju, berarti sudah terjadi kesepakatan. Namun jika tidak setuju, juru bicara keluarga wanit akan melaksanakan negosiasi lagi dengan juru bicara keluarga pria. Begitu seterusnya sehingga dicapai kesepakatan mengenai jumlah uang panaik. Proses mencapai kesepakatan ini sendiri tentunya memakan waktu.

Yang namanya kedua pihak berikhtiar mencapai kesepakatan, bisa jadi juga malah tidak tercapai kesepakatan sama sekali. Gara-gara tidak terjadi kesepakatan masalah uang panaik, pernikahan bisa saja terancam gagal.Bisa jadi, keluarga calon mempelai pria ga sanggup membayar besaran uang panaik yang diminta keluarga calon mempelai wanita. soalnya kalo menurut saya jumlah uang panaik ini memang lumayan wow. Salah seorang teman mama saya, menikahkan anaknya dengan seorang gadis Bugis. Yang saya tau, pendidikan gadis itu SMA (klo ga salah ya, apa D3 gitu, pokoknya belum S1), uang panaik yang diminta adalah 50 juta. Wow ya..

Apalagi praktik di kehidupan sekrang, uang panaik yang diminta ga melulu cuma uang, tapi bisa ditambah perhiasan, rumah, tanah, mobil dan aset lainnya. *nelen ludah. Lagi-lagi demi gengsi semata. Dan atas nama gengsi itu tadi, ada juga kasus-kasus dimana waktu acara penyerahan uang panaik, keluarga mempelai pria bilang akan menyerahkan uang sekian, tanah, mobil bla bla bla.. Tapi ternyata hanya diucapkan saat acara penyerahan uang panaik saja, pada kenyataanya barang-barang tersebut tidak diserahkan. Hanya agar keluarga mempelai wanita mau melepas anak gadisnya. Atau juga, kedua keluarga memang berkonspirasi supaya waktu pengucapan uang panaik dibuat tinggi, tapi di belakang cincailaaah. ~atas nama gengsi

Melihat realitas seperti ini, nampaknya banyak juga para bujang yang ga sanggup juga menikahi gadis Bugis karena masalah uang panaik. Minimal mikir panjang dulu buat menikah dengan gadis Bugis, kalo perlu jual aset demi membayar uang panaik. 

Menurut saya sih, namanya adat memang harus dihormati. Tapi jika karena adat, malah jadi mempersulit terjadinya pernikahan kok ya rasanya gimanaa gitu. Kasian orang-orang yang sudah ingin menikah tapi terhalang karena masalah uang panaik ini. Mending kalo masih bisa menahan diri, kalo malah berbuat yang enggak-enggak, kan gimanaa gitu.. Perlu dicatat juga, ga semua keluarga yang punya anak gadis memasang tarif tinggi untuk gadisnya kok. Jadi ga usah khawatir kalo mau nikah sama gadis Bugis ;)


daripada nyomot foto orang lain, pake foto sendiri aja ^^v



0 komentar:

Posting Komentar

tinggalkan jejakmu disini ^^