Kamis, 25 September 2014

Ujian itu Bernama Tb (part 3)

Kami melanjutkan pengobatan Nadya di RSPAD. Alasannya ya karena suami saya juga sudah menjalani pengobatan disitu. Di RSPAD ambil dokternya juga acak, seadanya yang praktik pas kami datang hari itu. Kami bertemu dengan dokter pria yang belum terlalu tua. Kesan pertama, dokter ini tampak menyenangkan dan mau ditanya-ditanya. Tapi ga enaknya, sambil konsul dokter ini sibuk terima telp.. TT

Pertama kami menyampaikan maksud kami untuk melanjutkan pengobatan Nadya tentunya dengan membawa hasil scoring diagnosis Tb anak, dokter itu langsung bilang anak ini positif  Tb karena score nya udah 6. Terus kami juga dirujuk untuk melakukan rontgent hari itu juga. Bengong deh kami. Pertama, kami berusaha optimis kalau Nadya ga kena Tb, berdasarkan interpretasi dokter di Magelang. Bengong yang kedua, kami baru tau kalo bayi bisa di rontgent. Informasi yang kami terima di dokter-dokter sebelumnya, bayi itu ga bisa di rontgent. Setidaknya dari hasil googling, hasil rontgent anak itu tidak terlalu akurat. Bengong yang ketiga, yang bikin kami bete berat adalah perbedaan hasil interpretasi scoring tersebut sangat berdampak pada kelanjutan pengobatan Nadya. Kalo menurut dokter di Magelang yang menginterpretasikan Nadya belum positif Tb, dia hanya meresepkan INH sebagai pencegahan. Nah di dokter ini, karena sudah didiagnosis positif Tb, Nadya akan mendapatkan pengobatan Tb penuh. Yang berobatnya minimal 6 bulan dihitung sejak mulai minum obat Tb. Berarti ya sebulan sebelumnya yang minum INH itu ga dihitung. YA Alloh, Nadya harus berobat lebih lama. Iya sih, harusnya memang kalo pengobatan gitu itu jangan ganti-ganti dokter. Kalo misal tetep di Magelang mungkin beda ceritanya. Ah tapi yasudahlah, ga realistis juga kalo harus melanjutkan pengobatan di Magelang. Ga mungkin kan tiap bulan pulang. Berita baiknya sih, berdasarkan hasil rontgent, paru-paru Nadya masih bersih. Alhamdulillah..

Hari-hari Nadya minum obat baru. Obat Tb kali ini bukan obat syrup, melainkan tablet. Iya, 1 tablet ini sudah berisi seluruh obat Tb. Cara minumnya cukup memberikan sedikit air di tablet tersebut, maka tablet tersebut akan encer dengan sendirinya. Tabletnya cukup besar, kalo diencerkan jadinya lumayan pekat. Rasanya sih manis, tapi karena manis banget jadi agak-agak pahit gitu diujung. Awalnya minumin obat ini ke Nadya itu butuh perjuangan. susah banget, pake sendok ditampel, pake cup feeder ga mau. Akhirnya 1 tablet itu bisa diminum seharian, sedikit-sedikit. Tapi belakangan ini Nadya udah mulai pinter. Obatnya diencerin pake 1 sendok makan air saja, terus langsung diminumin sambil dibujuk-bujuk biar sehat. Jadi cuma sekali minum aja. Alhamdulillah dia ga berontak banyak. Anak pintar.. Kalau udah kaya gitu, saya jadi suka terharu sama Nadya. Anak kecil itu sedang berjuan minum obat biar ga sakit. :')

Dua kali yang berarti 2 bulan pengobatan kami mendatangi dokter di RSPAD. Kali kedua itu kami mulai jengah, habisnya dokternya lamaaa banget datengnya. Jadi ya, kalo di RSPAD kami kan harus datang pas jam kerja, yang berarti untuk kontrol itu kami harus ijin kantor. Sudah datang tuh ke RSPAD dari jam 8, eh dokternya baru datang jam 10 an lewat.. Udah gitu, di dalamnya paling cuma 5 menit. karena kalo udah pengobatan gini, ga ada keluhan lain, paling kontrol itu cuma untuk minta resep aja. Kami mikir kok ya syang banget udah ijin setengah hari, nunggunya lama, di dalem cuma 5 menit. kasian juga NAdya nya ya diajak nunggu lama gitu. Jadilah kami yang tidak belajar karena ganti-ganti dokter itu, memutuskan untuk nyoba kontrol di dokter lain yang jadwalnya ga pas hari kerja. Mau gimana lagi, kasian anaknay disuruh nunggu berjam-jam gitu.

Bulan ketiga, kami memutuskan untuk coba kontrol di RSIA Evasari, rumah sakit yang paling dekat dengan rumah. Dengan dokter baru ini, kami juga menyampaikan hasil rontgent dan scoring uji diagnosis Tb. Dia setuju dengan pengobatan yang diberikan oleh dokter di RSPAD. Tapi tidak setuju dengan hasil rontgentnya. Dokter ini bilang ada bercak di paru-paru Nadya. Heee...?? Bisanya dua dokter memberikan interpretasi yang berbeda... Ya memang sih sebenernya kalo hasil rontgent anak itu ga bisa tepat banget untuk mendiagnosis penyakit. Yowislah, mau ada bercak atau enggak, realitanya Nadya tetap harus menjalani pengobatan Tb kan. Tapi tapi tapi yang masih mengganjal adalah kok tiap dokter bisa punya interpretasi beda ya..~Dokter juga manusia kalii..

Enaknya di dokter ini, kami ga merasa diburu-buru. Bahkan ditanya-tanya ada keluhan apa lagi. Terus dijelasin macem-macem.  Yang jelas, kalo disini kami ga perlu ijin dari kantor. :)  Mulai bulan ketiga, obatnya Nadya mulai dikurangi. Jadi resep obatnya ganti. Bentuknya sih masih sama kaya tablet sebelumnya, tapi komposisi obatnya dikurangin, jadi ga sepekat obat sebelumnya. 

Yap, baru 3 bulan Nadya menjalani pengobatan, masih ada 3 bulan selanjutnya. Semoga anakku sayang sehat-sehat terus. Semoga bakteri Tb nya ga berkembang kemana-mana. Aamiin..

Sepanjang tahun ini bergelut dengan Tb, dokter, rumah sakit, kami jadi belajar beberapa hal. selalu ada hikmah kan ya dibalik setiap musibah.
  • Walaupun Indonesia sempat menjadi bebas dari Tb, tapi belakangan ini sepertinya Tb mulai berkembang lagi. Apalagi penderita HIV-AIDS juga bertambah. Hal itu menyebabkan penderita Tb juga meningkat. Ingat ya, bakteri Tb itu aktif ketika imun dalam diri seseorang sedang tidak bagus. Sementara bakteri itu dapat masuk kapan saja, apalagi penularannya melalui udara. Kebayang dong jika seseorang terkena Tb trus dia ga sadar kena Tb. Ketika batuk bakteri keluar, terhirup orang lain. Orang tersebut lagi ga bagus imunnya. Aktif deh tuh bakteri di dalam. seharusnya memang memutus rantai penularan tersebut. sayangnya dalam kasus suami saya ini, dia sendiri juga ga tau ketularannya darimana. Bisa aja kan dari transportasi umum. Jadi, buat jaga-jaga, pake masker itu penting. Jangan lupa sering cuci tangan, apalagi habis dari luar.
  • Pas suami saya positif Tb, demi memutus rantai penularan, ga cuma Nadya yang diobservasi. Tapi kami semua yang tinggal di rumah, saya dan pengasuhnya Nadya, ikut screening pemeriksaan Tb. Untuk orang dewasa screening Tb ga bisa dilakukan dengan tes mantoux, tapi dengan wawancara dan rontgent paru-paru. Hasilnya Alhamdulillah kami ga tertular Tb. Semoga sih sampai besok-besok juga ga kena Tb.
  • Tb pada anak ternyata tidak menular ke orang dewasa atau sesama anak. Untuk kasus Nadya, dia sendiri insya Alloh tidak bisa menularkan bakteri Tb. Yang jelas walaupun dia positif ada bakteri Tb, tapi dia ga sakit. 
  • Dokter itu juga manusia. Ke dokter itu sebenernya untuk berkonsultasi, bukan sekedar cari obat kan ya.. Jadi kalo semisal ga cocok dengan keterangan satu dokter, kita sebagai pasien ga berdosa kok untuk mencari second atau bahkan third opinion. Bukan sok pinter karena sebelumnya udah googling terus ternyata keterangan dokter tersebut beda sama hasil googling kita sih, tapi setidaknya kita butuh keyakinan yang memadai (bahasa akuntan). Kesembuhan dari Alloh, dokter itu hanya perantara. Tapi klo kita yakin dengan prosedur yang diberikan peratara itu, setidaknya kita jadi tersugesti untuk sembuh kan :)
  • Ini kesimpulan agak OOT deh, tapi saya merasa penting menyampaikan. Sejak tahun 2014 ini kan BPJS sudah berlaku. Berlakunya BPJS ini mebuat rumah sakit makin penuh. beberapa kali ke RS yang ada fasilitas BPJS nya, antrenya masya Alloh. Kalo suami saya sih udah pake BPJS. Habisnya kalo tiap bulan ngeluarin duit lumayan juga, sekali konsul bisa 150 rb. Nadya sih belum punya BPJS jadi emang harus bayar. Tapi ya, kalo ga mau rugi emang sebaiknya mengunjungi rumah sakit yang terima BPJS itu mending punya BPJS. Karena mau pake BPJS atau ga pake BPJS antrenya sama, obatnya sama, perlakuannya juga sama. Bedanya bayar sama enggak doang. Makanya kalo Nadya masih di RSPAD lumayan rugi gitu deh, kita bayar, tapi ga dapat konsultasi yang memuaskan, secara diburu-buru. Karena sama-sama bayar, ya coba aja di RS lain. Cari dokter yang ngobrolnya bisa enak dan lama.. Toh bayarnya ga beda jauh :)
Kesehatan itu memang mahal harganya. Makanya selagi belum sakit, baiknya kita berupaya untuk melakukan tindakan pencegahan. Kalo kita ga sayang dengan diri kita,  mulailah berpikir tentang orang lain. Bisa jadi kita sakit dan ga aware akhirnya malah menulari orang lain. Kalo kita tau kita sakit dan menular, berusalaha untuk berobat dan memutus rantai penularan. Kalo bandel ga mau berobat, ya berdoalah semoga sakitnya sendiri aja, jangan sampai ngerugiin orang lain. Kita yang sehat, juga berupaya hidup sehat biar ga cepat tertular penyakit. Semngat hidup sehat..:)

4 komentar:

  1. Bun, boleh tau nadya umurnya brp?? Saya boleh minta contact yg personal g bun?? Saya mau sharing.. Kata dokter saya positif tb dan saya masih kasih asi sampe skr..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bunda..maaf, baru buka blog lagi..TT
      silahkan bun, email ke annisaningrum@gmail.com :)

      Hapus

tinggalkan jejakmu disini ^^