Senin, 22 September 2014

Ujian itu Bernama Tb (part 2)

Dalam tulisan sebelumnya, saya bercerita bahwa suami saya positif Tb. Hal tersebut berdampak pada Nadya.  Beberapa saat setelah suami saya membaik dari batuknya, kami mulai berpikir tentang Nadya. Iya sih, sejak batuk makin parah, dia selalu pakai masker bahkan di saat tidur. Tetap saja ada kekhawatiran Nadya akan tertular. Akhirnya kami pergi ke sebuah klinik di Cempaka Putih. Sebelumnya kami sudah pernah mengunjungi dokter tersebut dan kami merasa cocok. Menurut dokter tersebut, Nadya harus melaksanakan tes Mantoux untuk mengatahui apakah sudah ada bakteri yang masuk ke tubuhnya. Dilakukan lebih cepat lebih baik. Dan jika sudah terkena kontak aktif dengan pasien Tb, anak-anak dipastikan harus ikut menjalani pengobatan Tb. Sederhananya, melalui Tes Mantoux akan diobservasi apakah sudah ada bakteri yang masuk atau belum. Jika belum akan diberi obat pencegahan Tb sampai pasien Tb dinyatakan negatif. Jika hasil tes menyatakan ada bakteri yang masuk, maka anak-anak akan menjalani pengobatan Tb. Bakteri yang masuk ini belum tentu menginfeksi juga. Jadi secara klinis anak tidak akan terlihat sakit. 

Terus kenapa walaupun tidak sakit tetap harus berobat? alasannya adalah dikhawatirkan bakteri yang sudah masuk ke dalam darah itu akan ikut aliran darah dan bersarang di organ tubuh. Bisa jadi di otak, tulang, kelenjar getah bening atau dimanapun. Nah, kalau bersarang di anggota tubuh yang lain, khawatirnya malah makin tidak terdeteksi dan semakin parah. Sebenernya saya juga baru tau kalau ternyata Tb ini tidak hanya menyerang paru-paru, tetapi ternyata ada juga Tb tulang, Tb kelenjar getah bening, Tb payudara.. Seremnyaa.. sayangnya, di klinik tersebut kami tidak dapat melakukan tes mantoux. Mungkin karena disitu cuma klinik ya. Sayangnya lagi berdasarkan info dari dokter tersebut, reagan untuk melakukan tes mantoux ini di Jakarta sedang kosong. Hmm..okee..

Sebagai bagian dari ikhtiar, kami memutuskan untuk mencoba konsultasi ke dokter anak rumah sakit area Cempaka Putih. Pas hari kami datang, dokter yang kami mau ternyata sudah penuh, akhirnya ngasal pilihnya. Pilih yang paling sedikit antreannya.  Dokternya adalah seorang pria berumur, yang tampaknya sudah senior. Selama konsul, kami ditanya, sudah imunisasi BCG belum anaknya batuk pilek atau enggak. Berhubung Nadya sudah imunisasi BCG dan sampai saat itu dia belum pernah batuk pilek, kami akhirnya dapat resep obat INH syrup yang harus diminum setiap hari (fyi, INH adalah salah satu obat Tb).Obat ini diminum sebagai pencegahan Tb Bulan depan kami diminta datang kembali. Keluar dari dokter itu, kok ya rasanya kami ga puas banget. Pertama, Nadya masih ASI eksklusif. Secara klinis, dia ga ada gejala Tb. Untuk anak, gejala Tb dapat dilihat dari batuk dan pilek yang terus menerus serta berat badan yang tidak naik atau bahkan turun selama 3 bulan terakhir. Dua gejala besar itu ga ditemui di Nadya sama sekali. Terus yang kecewa yang kedua, kok dokter ini ga merujuk untuk dilakukan Tes Mantoux sih. Masalahnya dalam pikiran kami, prosedurnya adalah harus Tes Mantoux dulu baru kemudian diputuskan pengobatan apa selanjutnya. Jadi rasanya datang ke dokter itu kecewaa banget..dan kami galau untuk meminumkan obat ke Nadya.  Karena galau itulah, akhirnya diputuskan bahwa kami ga nebus obat itu dan tidak meminumkannya ke Nadya. Bilang saja kami ini orang tua sok tau, udah bener-bener dikasih obat dari dokter malah ga ditebus. Hmm..sebenernya bukan ga mau sih, hanya saja kami agak kecewanya kok indiaksi anak Tb sebatas ada batuk pilek apa enggak. Lah terus kalo enggak batuk pilek, apakah anak tersebut dipastikan tidak mengidap Tb. Padahal menurut keterangan dokter anak di klinik sebelumnya, Tb itu ga cuma menyerang paru, yang berarti gejala klinisnya bukan cuma batuk pilek. Kami bukan pengen so tau, tapi kami senang bahwa diagnosis itu berdasarkan pengujian yang benar supaya obat yang diberikan juga tepat.males banget kan ya, udah lama minum obat ternyata obat yang dikasih ga sesuai..

Atas dasar kekecewaan itu, kami cari-cari lagi dokter lain untuk second opinion. Kebetulan dalam waktu dekat, kami akan pulang ke Magelang. Jadi kami memutuskan untuk datang ke Balai Paru Magelang. Pertimbangannya disana kan khusus penyakit paru, jadi semoga reagan untuk tes mantoux nya tersedia, dan Nadya mendapat pengobatan yang sesuai.

Dan sesuai dengan ekspektasi kami, begitu kami cerita bahwa suami saya positif Tb, Nadya langsung dirujuk untuk melakukan Tes Mantoux. Tes mantoux ini dilakukan dengan menyuntikkan reagan dibawah permukaan kulit. Kemudian setelah 48-72 jam diukur indurasinya. Indurasi adalah bagian yang mengeras di sekitar suntikan. Interpretasi indurasi dari link ini adalah sebagai berikut;

Ukuran indurasi 5 mm atau > 5 mm dinilai test POSITIF, pada orang dengan kondisi :
  • Orang yang HIV-positive
  • Baru terpapar dan kontak dengan penderita TBC
  • Orang dengan kelainan gambaran foto rontgen paru atau yang penyakit paru TBC lama yang baru sembuh
  • Orang yang mengalami transplantasi organ dan orang yang mendapat pengobatan imunosupresant seperti obat kortiko steroid
Ukuran indurasi 10 mm atau > 10 mm dinyatakan POSITIF, bila :
  • Imigrant atau orang yang baru tiba (kurang dari 5 tahun) dari negara dengan angka kesakitan TBC paru yang tinggi atau negara endemik penyakit TBC paru paru
  • Pecandu narkoba dengan cara suntikan
  • Penghuni dan petugas dari rumah penjara, rumah perawatan orang tua, rumah sakit dan penampungan untuk kaum gelandangan, dan sebagainya.
  • Pekerja di laboratorium mycobakteriologi
  • Penderita penyait khronis seperti  penyakit diabetes, pengobatan kortikosteroid jangka lama, penyakit leukemia, penyakit ginjal stadium akhir, sindrome gangguan penyerapan khronik, berat badan yang rendah, dst)
  • Anak berusia kurang dari 4 tahun, atau anak dan remaja yang terpapar pada orang dewasa dengan resiko tinggi akan menderita penyakit TBC paru paru
Ukuran indurasi 15 mm atau > 15 mm dinyatakan POSITIF, bila
  • Orang yang tidak memiliki salah satu faktor resiko tersebut diatas
  • (Catatan: Mantoux test ini hanya ditujukan pada kelompok dengan resiko tinggi menderita penyakit TBC paru paru)
Sementara untuk mendiagnosis seorang anak terkena Tb atau tidak adalah dengan melakukan scoring pada formulir diagnosis Tb anak. Formulirnya kira-kira seperti ini:

gambar dari sini

Waktu scoring itu, Nadya dapat score 6, yang bersal dari kontak dengan pasien Tb (score 3) dan uji tuberkulin (uji mantoux) positif (score 3). Berdasarkan keterangan dokter di Balai tersebut, score 6 ini adalah score tengah-tengah, bisa menuju ke arah positif Tb atau negatif tb. Untuk itu diobservasi sebulan kemudian untuk melihat apakah gejalanya menuju positif atau negatif. untuk sementara kami diresepkan INH syrup (sama sih obatnya kaya dokter di Cempaka Putih). Kali ini kami menebusnya dan mulai menjalani pengobatan untuk Nadya.  Hmm.. rasanya campur aduk, anak sekecil Nadya sudah harus minum obat setiap hari selama minimal 6 bulan..TT  Tapi bagaimanapun juga, ini kan demi kebaikan Nadya ya.. Insya Alloh kami juga sudah yakin dengan prosedur pengobatannya. Semoga Nadya ga kena Tb, ya Alloh.. aamiin..

Karena Nadya akan menjalani pengobatan tetapi harus kembali ke Jakarta, kami bilang ke dokternya untuk merujuk ke dokter di Jakarta. supaya pengobatannya bisa dilaksanakan di Jakarta. Dokternya akhirnya membuatkan kami rujukan untuk dokter di RSPAD.

Cerita lanjutan pengobatan Nadya di JAkarta bersambung ke tulisan selanjutnya ya.. :)

0 komentar:

Posting Komentar

tinggalkan jejakmu disini ^^