Senin, 24 Mei 2010

Peran Wanita Karir Menurut Sudut Pandang Islam

Jumat kemarin tanggal 21 Mei 2010, kajian perdana muslimah di kantorku. Materinya adalah Peran Wanita dalam Sudut Pandang Islam. Tema yang bagus, ditambah pembicaranya bagus, waktu 1 jam jadi berasa cepet banget. Dan dengan bodohnya pula aku ga bawa catetan waktu itu. Jadi ni hanya ingin menulis kembali apa-apa yang masih tersisa di otak. Biar sisa-sisa itu ga ilang sama sekali, jadi ya sambil ditulis..katanya ilmu itu kan harus diikat..Dan karena sebelumnya aku pernah baca buku tentang muslimah karir, jadi tulisan ini nantinya mungkin ga akan sepenuhnya apa yang disampaikan oleh penceramah. Intinya sih ini hanya ingin menulis kembali apa yang ada di otakku..:p (Oh ya, pengisi materi di kajian kemarin adalah ibu Fatiya Chatib. Beliau adalah anggota DPRD DKI Jakarta dan pengisi kajian rutin di lingkungan Kementerian Keuangan Insya Allah beliau juga akan mengisi kajian rutin di kantor setiap hari Jumat).

Pro kontra mengenai wanita karier terus bergulir. Banyak yang pro,tapi tak sedikit pula yang kontra. Perbedaan kultur mungkin menjadi salah satu sebab. Kultur barat menjunjung tinggi kebebasan yang sebebas-bebasnya tanpa ada batasan. Dampaknya para wanita disana akan bertindak sesuka hati mereka. Sementara kultur timur berpandangan bahwa wanita haruslah tinggal di rumah. jadi tak heran jika disana perniagaan pn hanya dilakuakn leh pria. Para wanitanay cukup tingal saja di rumah. Namun, yang menjadi fokus di tulisan ini bukan tentang pro dan kontra itu, tetapi bagaimana Islam memandang wanita karier karena Islam adalah agama pertengahan, yang tidak datang dari barat ataupun dari timur. Menurut yang disampaikan oleh ibu Fatiya, pada dasarnya Islam membolehkan wanita untuk berkarir (tentunya dengan batasan dan aturan tertentu). Karier ini dimaksudkan untuk menggali potensi yang dimilikinya. Potensi yang dimiliki tiap wanita ini berbeda-beda. Ada yang memiliki potensi masak, jadi dia bisa buka catering sendiri di rumahnya sehingga tidak perlu keluar rumah untuk berkarir. Namun, ada pula yang memiliki potensi mengajar sehingga perlu keluar rumah untuk berkarir. Yang perlu diingat adalah pada dasarnya ada empat syarat utama wanita boleh untuk berkarir.

Yang pertama adalah mendapat izin dari wali. Jika wanita itu belum menikah, walinya adalah orang tuanya. Dan jika wanita itu sudah menikah, walinya adalah suaminya. Izin ini merupakan syarat mutlak diperbolehkannya wanita keluar rumah untuk berkarir. Namun, ada kondisi-kondisi yang menyebabkan tanpa izin suami wanita dapat berkarir. Misalnya kondisi dimana suami tidak dapat mencari nafkah untuk keluarganya. Dalam kondisi demikian, wanita boleh saja keluar untuk bekerja. Bahkan tanpa perlu izin dari suaminya. Alasannya wanita tersebut harus menghidupi dirinya sendiri dan anak-anaknya sementara suaminya benar-benar tidak dapat lagi memberi nafkah. Hal ini berbeda jika suami masih dapat memberi nafkah, hanya nafkah yang diberikan itu kurang mencukupi kebutuhan keluarga sehingga peran istri dibutuhkan untuk menambah income keluarga. Dalam kondisi demikian memang dibutuhkan nego antara suami dan istri apakah sang istri diperbolehkan untuk bekerja atau tidak.
Ada bagian yang menurutku menarik yang disampaikan ibu ini. Beliau pada dasarnya mendukung jika wanita sebaiknya berkarir, alasan beliau adalah agar wanita tersebut bisa menggunakan penghasilan yang dimilikinya sesuai kehendaknya. Maksud dari sesuai kehendak disini tentunya dalam arti wajar, misalnya memberi orang tuanya, menyedekahkan penghasilannya, dan sebagainya. Dalam penggunaan harta yang diperoleh dari penghasilannya sendiri, wanita tidak perlu meminta izin suami dulu. Hal ini tentu berbeda jika harta yang dimiliki istri adalah pemberian suami. Penggunaannya harus mendapat izin suami dan bergantung pada akad antara suami dan istri mengenai penggunaan harta tersebut. Apakah harta yang diberikan suami untuk istri itu boleh digunakan untuk apa saja atau hanya untuk hal-hal tertentu saja. Contohnya, seorang suami memberikan penghasilan kepada istrinya sekian juta rupiah tiap bulan. Si suami bilang ke istri, uang itu hanya boleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Itu berarti si istri tidak boleh menggunakan uang tersebut diluar pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Jadi untuk memberi kepada orang tua sendiri pun harus izin dulu kepada suami. Bagian itu menurutku jadi menarik soalnya aku kan wanita..hehe..maksudnya aku setuju dengan pandangan ibu itu. Jadi inget kata-kata dosen Pengantar Ilmu Hukum dulu, harta suami adalah harta suami, sedangkan harta istri adalah milik istri…^^b tapi lebih dari itu, kalau menurutku wanita karir sendiri penting juga. Ini juga diakui salah seorang temanku. Dia bilang kelak istrinya sebaiknya memang punya pekerjaan karena kita tidak pernah tau apa yang terjadi di kemudia hari. Mungkin saat ini suami masih bisa memenuhi kebutuhan istri, tapi tidak ada yang menjamin kehidupan yang akan datang. Contoh buruknya tiba-tiba suami meninggal. Saat itu terjadi jika istri memiliki pekerjaan, paling tidak dia masih bisa menghidupi anak-anaknya dengan tidak bergantung pada orang lain.

Syarat yang kedua adalah berpakaian sopan. Pakaian sopan yang paling sopan bagi muslimah tentunya adalah pakaian yang menutup aurat. Masalah kriteria menutup aurat yang baik seperti apa, tidak dijelaskan secara detail sih ma ibunya (yah, mungkin klo dijelasin detail, bisa jadi satu materi sendiri..^^). Ternyata pakaian ini memang berpengaruh pada pandangan orang (baca: pandangan pria). Ini kata ibunya, diakui sendiri oleh desainer Itang Yunaz. Ada seorang yang bertanya kepada desainer tersebut, pakaian apa yang pantas dikenakan untuk ke kantor. Desainer itu menjawab pakailah pakaian yang sopan yang tidak mengganggu mata kami (baca: mata pria). Sebagai karyawati berpakaianlah seperti karyawati, jangan berpakaian seperti model. Maksud berpakaian seperti model disini ya berpakaian yang dalam bahasaku "kekurangan kain"..heheh..ternyata memang pakaian yang minim seperti itu akan mengganggu pandangan pria.

Ada lagi satu cerita menarik, kisah nyata yang dialami ibunya. Suatu saat beliau naik taxi, di dalam taxi sopirnya bertanya pada ibu itu, sejak kapan beliau mengenakan jilbab. Beliau pun menjawab bahwa beliau mengenakan jilbab sejak lulus SMA. Sopir itu pun bertanya lag, apakah ibu itu seorang muslim. Dengan terkejutnya ibu itu pun menjawab apa maksud pertanyaan sang sopir. Sopir taxi itu pun kemudian bercerita bahwa sebelumnya ada penumpang wanita yang berjilbab. Sopir itu bertanya pula kepada penumpang itu sejak kapan wanita itu berjilbab. Wanita itu menjawab dia memang berjilbab, tapi dia bukan muslim. Dia memang memakai jilbab jika bepergian karena merasa nyaman dengan jilbabnya itu. Dia mengakui sejak mengenakan jilbab dia merasa aman dan tidak diganggu orang lagi. Ada satu pernyataan wanita itu yang sangat jujur, "sayang ya, tidak banyak wanita muslim yang mengetahuinya" (maksudnya mengetahui bahwa berjilbab itu nyaman).

Syarat yang ketiga adalah tidak ber-khalwat. Ber-khalwat maksudnya berdua-duaan dengan lawan jenis di ruangan tertutup sehingga patut untuk dicurigai terjadi ”sesuatu" diantara mereka. Contohnya berduaan di ruang rapat dengan kondisi pintu ruang rapat itu tertutup. Namun tidak bisa dipungkiri, kadang kita tidak bisa menghindari kondisi-kondisi dimana sebenarnya kita tidak menghendaki khalwat itu terjadi. Contohnya rapat lagi ni, orang-orang pesrta rapat yang lain belum datang dan di ruang itu hanya ada kita dan seorang pria sehingga kita harus menunggu peserta rapat lain datang di ruang itu. Dalam kondisi seperti itu, ya diakalin aja. Pintu ruang rapatnya dibuka (jangan ditutup) sehingga tidak menimbulkan kecurigaan orang lain.

Sebenarnya kenapa hingga ber-khalwat ini tidak diperbolehkan adalah karena ada hadits yang menyebutkan bahwa jika kita berdua-duaan, maka yang ketiganya adalah setan. Setan dengan segala tipu dayanya ini menyerang manusia dari segala arah, menipu manusia sehingga meihat seseorang yang di depannya terlihat begitu mempesona. Jadi, sebenarnya apa yang terlihat itu jadi mempesona. Disitulah letak bahaya ber-khalwat. Ada sebuah cerita dari ibunya. Cerita ini adalah kisah nyata teman ibunya yang seorang pria. Suatu saat pria ini sedang berbincang dengan seorang wanita teman kerjanya. Perbincangan ini menyangkut pekerjaan mereka. Entah kenapa dalam perbincangan yag memang hanya berdua itu, tiap kali sang pria melihat kepada sang wanita , dia merasa bahwa wanita itu begitu mempesona di matanya. Semakin dia melihat wanita itu, semakin dia merasa bahwa wanita itu menarik. Dia melihat sosok wanita itu sebagai seorang yang cantik dan energik. Mulailah terjadi dualisme dalam hatinya, membandingkan wanita itu dengan istrinya di rumah. Kemudian sembari meneruskan perbincangan itu, sang pria mulai membaca doa Al-Fatihah dan Ayat Kursi. Lama-lama dia mulai merasa bahwa wanita yang di hadapannya itu semakin biasa saja. Semakin dia membaca doa, wanita di hadapannya semakin terlihat biasa, tidak ada yang lebih dari wanita itu. Justru dia merasa bahwa istrinya jauh lebih cantik dan menarik. Sejak saat itu, sang pria percaya bahwa dalam kondisi berdua-duaan dengan lawan jenis, memang yang ketiganya ada setan.
Intermezzo dikit y, waktu ibunya cerita itu, dalam imajinasiku aku membayangkan, si setan berteriak kepanasan karena dibacain ayat kursi. trus akhirnya pergi..haha.. Pernah ada cerita juga sih. Waktu itu aku dan seorang teman selesai solat di musholla kampus. Ketika kami keluar, di luar musholla ada sepasang cewek dan cowok ngobrol secara intens gitu, ga perlu mikir panjang, kami bisa menyimpulkan kalo mereka itu sepasang kekasih. Temanku yang memang agak keras, mulai jengkel melihat kedua orang itu. Ya masa' sih mau pacaran di depan musholla, ga enak banget diliatnya, katanya waktu itu. Aku sih cuma geli aja. Dan kami masih berpikiran sangat positif, mungkin aja mereka dah nikah (walopun sebenarnya kemungkinannya sangat kecil, soalnya ada peraturan dikampus, belum boleh nikah selama masih kuliah). Temenku itu sebenernya pengen negor, tapi ga enak juga. Akhirnya kami berdiri aja di deket dua orang itu, maksudnya biar mereka risih trus pergi dari situ, tapi ternyata kedua orang itu ga nyadar juga. Dah ditunggu sekian lama ga pergi-pergi juga. Akhirnya temenku itu inisiatif baca Ayat Kursi. Dia baca terus, ga berapa lama, sepasang kekasih itu pergi juga. Habis itu kami ngakak. Jadi mikir ternyata cara paling efektih ngusir orang lagi berduaan, dibacain Ayat Kursi. biar setannya ngabur..:D (intermezzo nya jadi kepanjangan y, balik ke topik lagi d..)
Yang keempat ato yang terakhir adalah niat. Segala sesuatu itu bergantung pada niat. Rasulullah bersabda, " Sesungguhnya semua amal (ditentukan) dengan niat. Dan setiap orang mendapatkan (dari amal perbuatannya) apa yang diniatkan,. Barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rasul Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan rasul Nya. Dan barang siapa berhijrajh untuk dunia yang akan didapat atau perempuan yang akan dinikahi, maka hijrahnya kepada apa yang dihijrai."(HR Bukhari).
Begitu pula niat seorang wanita yang akan bekerja. Niatnya itu untuk apa. Apakah untuk mencukupi kebutuhan, untuk menggali potensi, atau hanya untuk melepaskan tanggung jawabnya di rumah. Apapun niatnya akan menimbulkan konsekuensi sendiri dan itu adalah pilihan bagi yang menjalaninya.

Sedikit tambahan ni dari buku yang aku baca (judul bukunya Muslimah Karier, ditulis oleh Asyraf Muhammad Dawabah) tentang niat. Disitu ditulis bahwa muslimah karier tidak mendapat sesuatu dari karier dan amal perbuatannya kecuali apa yang diniatkan. Ada wanita karier yang niatnya bekerja adalah untuk memberi manfaat kepada dirinya, keluarganya, masyarakat, atau untuk menjaga dirinya dari hal yang dilarang. Namun, ada juga wanita yang berkarir dengan niat mencintai kehidupan dunia atau menunjukkan reputasinya dan berjalan di belakang slogan-slogan Barat tentang emansipasi. Kedua niat tersebut secara lahiriah adalah sama, tetapi secara susbtansi adalah berbeda. Niat yang pertama amal perbuatan wanita tersebut dapat menjadi sempurna dengan sambutan yang luas, sebab ketaatan dan pendekatan dirinya kepada Allah SWT. Dan pekerjaannya itu akan bernilai ibadah dan jihad di sisi Allah serta berhak mendapat pahala di dunia dan akhirat. Sedangkan untuk niat yang kedua yang disusupi motif duniawi, amal perbuatannya menjadi sia-sia. Jangankan mendapat pahala di akhirat, pahala di dunia pun tak dapat.
Jadi menurutku, niat ini sangat penting. Apa sih mau kita dapet dari bekerja. Sekedar harta duniawi atau pahala dunia akhirat.

Itu tadi keempat syarat wanita diperbilehkan berkarir. Namun, ada poin penting yang juga harus dipahami setiap wanita yang berkarir, yaitu profesionalitas dan proporsionalitas. Ini berhubungan dengan kodratnya wanita yang berperan sebagai ibu rumah tangga. Yang dimaksud profesionalitas disini disini adalah wanita karir harus professional, professional ketika di kantor dan professional ketika di rumah. Ketika di kantor dia adalah karyawati, maka professional lah ketika ada dikantor. Ketika di rumah, dia adalah istri dan ibu, maka harus professional juga menjalani profesi itu. Kemudian proporsionalitas ini juga harus diperhatikan. Membagi waktu antara karir dan keluarga dengan proporsi yang tepat. Jangan sampai lah membawa pekerjaan ke rumah. Karena di rumah adalah waktu untuk keluarga.

Mau sedikit cerita ni, ga jauh-jauh, tentang keluargaku. Mama adalah seorang wanita karir. Menurut pandangan kakaknya mama (budeku), mama ini adalah wanita karir yang sukses. Ketika di kantor, beliau bekerja dengan sebaik-baiknya, tetapi ketika di rumah, beliau pun akan berperan sebagai istri dan ibu yang baik, ketika aku dan adek masih kecil, kami punya pembantu. Jadi ketika mama dan papa pergi kerja ada mbak yang jagain kami (walaupun kami juga dititipin di tempat eyang). Pagi sebelum berangkat kantor, mama udah mandiin dan nyuapin kami makan. Mama berangkat kantor, kami dah beres. Pulang kantor, yang ngurus kami ya mama. Mbak itu cuma jagain kami aja selama mama kerja. Selama mama di rumah, urusan rumah ya urusan mama. Jadi tugas mbak itu ya bener-bener cuma membantu aja. Sekarang kami dah gede, kami dah ga punya pembantu. tugas-tugas rumah dibagi berempat. Tapi itu juga sebelum kami keluar rumah. Sekarang di rumah tinggal berdua, mama dan papa, tugas rumah ya dibagi berdua. Aku pikir itu kerja sama yang bagus antara suami dan istri. Selama ini orang kadang salah berpikir (ini kata ibunya juga) kalau pekerjaan rumah tangga hanyalah kewajiban istri. Padahal sebenernya pekerjaan runah tangga itu ya kerjaan bersama. Jadi inget kata mbak mentor waktu kasih materi tentang munakahat. Yang dimaksud memberi nafkah adalah mencukupi segala kebutuhan istri. Kebutuhan itu kan termasuk kebutuhan makan dan mencuci pakaian. Kalo merujuk pada arti memberi nafkah itu berarti seharusnya suami itu berkewajiban juga memberi makan buat istrinya (dengan kata lain masakin juga buat istrinya..:p). kesimpulannya, menurut pandanganku, memang mama ini wanita karir yang sukses. Di kantor beliau sukses, di rumah juga sukses (semoga kelak aku bisa sesukses mamaku ini ^^).

Anyway, ni tulisan kok jadi panjang y..sebenarnya masih banyak hal yang menarik yang disampaikan ibu itu..Tapi intinya sih ya empat syarat itu..dan karena ini pengajian ibu-ibu jadi materi yang lain kebanyakan tentang curhat para ibu di rumah tangganya..Belum porsinya klo aku nulis bagian itu.. Jadi bagain itu cukup diketahui dulu dan dijadikan pembelajaran dulu…^^ Dan masih banyak kurangnya di tulisan ini, ga dilengkapi sekalian ma dalil yang mendukung. Ya ini juga karena keterbatasan ilmuku. Insya Allah nanti disempurnakan lagi..^^

Jumat, 14 Mei 2010

Unspoken Love


Cintamu tak lekang oleh waktu..
Hanya aku yang bodoh, tak menyadarinya..
Aku tahu, memang sulit untukmu mengatakan cinta..
Padahal sejak lama aku menanti kata cinta itu..
Aku tak ingat kapan kau pernah mengatakannya..
Yang mungkin saja pernah kau ucapkan..
Dengan bahasamu..
Yang aku pun tak menyadarinya..

Begitu bodoh diriku ini..

Tapi sudahlah, lupakan saja kebodohanku ini..
Dan biarkan aku mulai merangkai puzzle cintamu..
Yang tentu tak sama dengan yang lain..
Karena memang begitulah caramu mencintaiku..

Dan kini, tak perlu lagi kau ucapkan kata cinta..
Kedewasaan membuatku mampu melihat lebih..
Dan aku bisa melihat cinta itu di matamu..
Dari caramu menatap..
Dari caramu membelai…
Dari caramu berbicara.
Bahkan di balik sikap kerasmu itu..
Tak pernah tak terselip rasa cintamu untukku..

Rasa sesal kadang ada..
Karena ternyata aku baru bisa melihat cinta itu..
Justru setelah aku tak di dekatmu..
Aku ingat saat-saat menjelang kepergianku..
Mudah untukku menteskan air mata meluapkan sedih..
Tapi tentu sulit untukmu..
Dan kau pun hanya menyimpan rasa sedihmu itu..
Kau hanya bisa luapkan padaNYa..
Dalam setiap untaian doa untukku..

Sejak itu aku selalu menikmati momen bersama denganmu..
Aku masih beruntung..
Karena sejak kepergianku..
Aku masih diberi kesempatan melewati waktu bersama denganmu..
Seperti saat aku menemanimu bernostalgia ke sutau tempat..
Sepanjang jalan kita banyak diam..
Memang selalu seperti itu..
Tak pernah terlalu banyak cakap diantara kita..
Kadang terbersit pikiran..
Kita tidak seperti yang lain..
Memang itulah persamaan kita..
Tak pandai bicara..
Tapi aku menikmati perjalanan itu..
Bahkan aku menjadikan tempat itu..
Sebagai tempat nostalgia kita..

Momen bersama itu sebenarnya adalah waktu tepat..
Mengungkapkan cintaku untukmu..
Tapi ku rasa apa yang ku beri tak cukup..
Atau memang tak pernah bisa aku membalas cintamu..
Aku pun tak pandai mengatakan cinta..
Aku hanya ingin mengungkapkanya..
Yang mungkin dengan caraku..

Rabb, aku titipkan ia padaMu..
Jagalah ia untukku..
Limpahkanlah padanya keberkahan..
Jangan biarkan ia bersedih..

Satu hal yang mungkin baru kusadari..
Kepergianku adalah kehilangan baginya..
Karena sejak aku pergi mungkin aku tak kembali lagi..
Dan jika pun aku kembali..
Aku mungkin sudah tidak dapat menjadi miliknya seutuhnya..

Tapi..
Sampai kapanpun..sejauh apapun..
Aku pergi..
Aku akan tetap menjadi putri kecilmu..

Allah..
Sampaikan rasa cinta, sayang, dan rinduku untuknya..
Beri aku cukup waktu dan kesempatan..
Untuk membalas cintanya..
Dan sayangilah ia seperti Engkau menyayangiku...






12 Mei 2010