Selasa, 13 April 2010

Hijrahku (sebuah proses yang tiada berakhir)



Berawal di pertengahan tahun 2006, yaitu saat aku lulus SMA. Masa-masa yang bisa dibilang kritis karena pilihan universitas dan jurusan akan sangat menentukan masa depan. Intinya apapun yang dipilih ga akan bisa main-main. Sebelum hari pengumuman kelulusan, sebenarnya aku sudah bisa bernafas lega karena mungkin tidak seperti teman-temanku yang lain, aku sudah diterima di beberapa universitas negeri. Yah, di beberapa , karena aku memang tidak mendaftar di satu universitas saja. Dua universitas negeri di Jawa Tengah aku masuki lewat jalur PMDK, sedangkan satu PTN di Yogyakarta, aku masuk lewat jalur ujian masuk. Di ketiga universitas tersebut aku mengambil jurusan yang sama, yaitu arsitektur, seperti cita-citaku. Saat itu, hampir semua orang yang mengenalku berdecak kagum, bagaimana tidak, sebagian teman-temanku hingga hari kelulusan belum diterima di universitas manapun. Sedangkan aku, tinggal memilih universitas mana yang aku sukai. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, selain karena memang sejak kecil aku ingin sekali kuliah di Yogyakarta, akhirnya aku mengambil kuliah teknik arsitektur di Yogyakarta.

Flash back sedikit, ke tiga tahun sebelumnya, saat Masa Orientasi Siswa(MOS) baru di SMA. Untuk pertama kalinya aku mengikuti program mentoring yang menjadi salah satu acara dalam MOS tersebut. Materi disampaikan oleh kakak-kakak kelas, yang akhwat tentunya. Materi diberikan dalam kelompok-kelompok kecil. Aku ingat sekali materi yang diberikan berkaitan dengan zina. Jujur, aku baru tahu, klo ternyata arti zina itu tidak sesempit yang aku pikirkan selama ini. Cukup shock juga mendengarnya, apalagi klo ingat kegilaan-kegilaan jaman SMP yang bisa dikatakan “liar”. Malu deh rasanya klo inget itu. Selain materi tersebut, mbak-mbak akhwat tersebut juga menyampaikan sesuatu yang membuat aku dan juga teman-temanku saat itu shock setengah mati. Apalagi klo bukan kewajiban berhijab bagi wanita. Jujur lagi, aku katakan bahwa aku juga baru tahu kewajiban itu. Aku jadi berpikir-pikir, sebenarnya apa yang aku ketahui tentang agamaku sendiri? Aku benar-banar ga tahu apa-apa selain solat, mengaji, dan puasa. Gimana ga, jaman di TPA kan Cuma diajari itu. Walaupun cukup shock dan malu, hal tersebut ga lantas membuat rasa keingintahuanku tentang Islam terpenuhi. Ada kepikiran untuk ikut Rohis sekolah, tetapi urung karena malu sendiri, habisnya belum pakai jilbab. Dan untuk memutuskan untuk pakai jilbab pun, aku juga ga berani. Ga berani, karena dalam pikiranku orang berjilbab itu adalah orang yang alim, lembut, pinter agama, de es be. Aku ga siap dengan itu semua. Jadi ku pikir, pake jilbanya ntar-ntar aja klo dah kuliah tahun kedua atau ketiga sampe aku merasa benar-benar siap dan mendapat hidayah ( katanya, jilbab itu hidayah, jadi klo mang belum dapet hidayah, ya jangan dipaksain). Lagipula di keluargaku ga banyak yang pake jilbab, klo pun pake ya Cuma asal pake aja. Maksudnya klo pergi aja baru pake, tapi klo di rumah ya, ga pake). Jadilah selama tiga tahun di SMA ga ada perkembangan pesat, perkembangan dikit sih. Paling ga, dikit-dikit dapet ilmu agama, itu pun klo lagi ga males ikut kajian. Yah, parah banget lah..

Sekarang kembali ke kelulusan SMA. Setelah diterima di tiga universitas itu, aku berpikir bahwa Allah itu sangat baik kepadaku. Allah telah memberi lebih dari apa yang ku minta. Hatiku begejolak lagi, keinginan untuk berjilbab semakin menggebu. Tapi itu tadi, aku belum siap. Bagaimana klo orang tua ga ngijinin? Ditambah lagi, saat-saat itu lagi banyak cerita aliran sesat gitu. Ya sudah, ketidakberanianku mengutarakan keinginan untuk berjilbab memutuskan aku untuk menundanya. Lagi-lagi berdalih, bahwa hidayah itu belum datang.

Ok, sekarang saatnya fase awal kuliah di Yogyakarta. Mulai dari daftar ulang, cari kos, persiapan ospek, macem-macem lah. Jadi harus bolak-balik Jogja-Magelang. Menyenangkan juga. Pada masa-masa itu, ada cerita yang cukup membuatku berani untuk mengambil keputusan. Setiap mahasiswa baru, diwajibkan untuk mendaftar inisiasi kampus (ospek untuk seluruh fakultas) dan ospek jurusan di masing-masing fakultas. Pada waktu yang berdekatan, ada sebuah seminar (tentang apa, aku lupa). Yang mengadakan adalah Ikatan Mahasiswa Muslim dari fakultas teknik. Aku dan temanku yang sama-sama masuk fakultas teknik, memutuskan untuk mengikuti acara tersebut. rencana disusun, kami akan tinggal dua hari di Jogja dan menginap di kos temanku itu. O y, temanku itu adalah seorang akhwat (dalam kamus bahasaku, akhwat adalah jilbaber lebar yang ilmu agamanya ga perlu diragukan lagi). Kami berangkat dari Magelang bersama teman-teman yang lain, dan bisa dibilang dalam rombongan itu cuma aku sendiri yang tidak berjilbab (salut deh, sama teman-temanku yang langsung berjilbab setelah lulus SMA. Hmm… aku kapan y??) perasaan malu itu jelas ada. Tapi ya sudahah..mau diapain lagi, batinku gitu.

Sejak tiba di kampus tu, mulailah aku mengalami hal-hal yang aku bilang "ajaib" (hhe..bahasanya terlalu berlebihan..^^ ). Kejadian pertama, ketika kami, yang saat itu bertiga, sedang istirahat di area kampus setelah lelah antre pendaftaran ulang. Tiba-tiba ada seorang jilbaber menghampiri kami, dia menanyakan sesuatu. Dua orang temanku disalami dan disapa hangat. Sedangkan padaku, dia hanya menatapku dingin. Jangankan disalami, disenyumi aja tidak. Aku sampai berpikir buruk, apa aku ini sedemikian tidak pantesnya untuk disapa hanya karena aku tidak berjilbab!! Kesel banget deh..(sabar..sabar…). Kejadian 'ajaib" selanjutnya, malam hari di kos temanku. Kami solat maghrib berjamaah, seperti biasa pula selesai solat maghrib aku berdoa, klo di rumah mama selalu ingetin untuk baca Al Quran dulu, tapi ya berhubung ga bawa, selesai berdoa aku merapikan peralatan solatku. Namun, tidak dengan temanku itu, ia tetap tinggal, dia mulai membaca Al Quran, menghayati dan memahami isinya. Jujur, malu banget deh.. tapi ada sesuatu yang aku rasakan berbeda..damai banget melihat dia baca Quran gitu. Habisnya klo aku baca Quran, y asal baca aja, ga tau artinya, apalagi isinya.. Fyuh.. aku makin terhenyak saat selesai baca Quran itu, dia bilang klo memang kebisaaan mengaji dari maghrib sampai Isya.. ok, aku no comment lagi ajah..

Keesokan harinya, kami berdua mendatangi seminar itu. Karena Judul seminarnya ada bau-baunya Islam gitu, aku datang pake jilbab. Wuih,,, rasanya adem.. Hehe..sekarang aku inget, yang menyampaikan materi adalah Ustad Fauzil Adhim, yang sering nulis buku tentang pernikahan itu, materi yang disampaikan adalah mengenai perjalanan hidup manusia. Selesai materi, panitia mengelompokkan peserta sesuai jurusannya untuk sesi sharing. Kebetulan dari jurusan Arsitektur dan Planologi, hanya dua orang yang hadir, yaitu aku dan teman baruku dari arsitektur. Kami saling berkenalan, kenalan juga sih sama mbak-mbak akhwat dari jurusan Arsitek dan Planologi yang lain. Dalam sesi sharing itu, kami ditanya kapan mulai berjilbab. Teman baruku yang berasal dari Kalimantan bercerita kalau dia baru aja pakai jilbab. Alasannya untuk menjaga diri. Kemudian ketika mbak itu beralih bertanya kepadaku, aku Cuma bisa senyum malu2, sambil menjawab aku sebenarnya belum pakai jilbab. Tahu ga, apa yang kurasakan saat itu? Serasa ada yang menusuk, dalem banget..

Fyuh.. pengalaman-pengalaman dua hari tersebut, menjadi perenunganku sekembalinya dari Jogja. Satu per satu puzzle itu ku rangkai hingga menjadi gambar yang utuh. Selama SMA, aku selalu bisa menjadi yang terbaik di kelas. Di luar itu, beberapa perlombaan menulis karya tulis dapat ku menangkan. Aku sering juga ditunjuk untuk mewakili sekolah dalam beberapa perlombaan Matematika. Terakhir, tiga PTN mau menerimaku sebagai mahasiswa tanpa aku harus bersusah payah. Tidak cukup ditegur dengan kenikmatan yang berlimpah seperti itu, aku sampai harus ditegur dengan kejadian di Jogja kemarin untuk melihat besarnya kuasa Allah. Aku malu..terutama mengenai kewajiban jilbab itu sendiri. Aku merasa Allah memberiku petunjuk untuk mempercepat keputusan berjilbab. Akhirnya hari pertama ospek di kampus, aku berjilbab. Belum sepenuhnya berjilbab sih. Aku berjilbab klo lagi di Jogja aja, pulang ke Magelang masih lepas jilbab. Saat itu aku berpikir, pelan-pelan aja lah, sambil kasih pengertian ke ortu. Hanya dua minggu aku merasakan kuliah di Yogyakarta hingga pengumuman itu keluar. Yah, belum cukup dengan 3 PTN, aku masih mencoba kemampuan masuk Sekolah Tinggi Kedinasan di Tangerang. Sebenarnya ini ga lebih karena dorongan ortu. Aku sendiri sudah nyaman dan seneng banget kuliah di Yogya ini, bahkan waktu ujian masuk sekolah tinggi kedinasan tersebut, aku sempat mau jawab asal-asalan biar ga keterima. Tapi, karena akhirnya berpikir sayang dah bayar mahal untuk ujian itu, akhirnya aku kerjain semampuku. Aku juga berdoa memohon agar diberi yang terbaik. Pilihan pertama di sekolah tinggi kedinasan itu aku isi jurusan akuntansi, soalnya yang laen aku ga ngerti jurusan yang lain  apa dan ngapain aja. Jadinya, aku bilang ke mama klo aku mau masuk sekolah tinggi itu asal keterima akuntansi, selain akuntansi aku mau tetep di Yogya aja.

Jalan hidup manusia memang sudah ada yang mengatur, aku keterima di spesialisasi akuntansi sekolah tinggi kedinasan tersebut. Alhasil, walaupun dengan sedikit berat hati, aku meninggalkan Yogya dan pindah ke Tangerang. Sebelumnya, berulang kali mama tanya, keikhlasanku untuk masuk sekolah tinggi itu. Soalnya mama tahu banget aku masih berat melepas cita-cita ku. Aku pikir, aku sendiri harus berkomitmen dengan apa yang aku sudah aku tekadkan. Lagipula, aku menyadari selama proses pendaftaran ujian seklah tinggi itu, aku seolah selalu diberi kemudahan ALLAH. Aku tidak perlu mengantre terlalu lama, cukup selama sekitar satu jam, aku sudah dapat menyelasaikan rangkaian proses pendaftaran ujian. Temanku malah ada yang sampai sehari mengantre, karena tidak selesai dia harus kembali hari berikutnya.

Menjelang keberangkatanku ke Tangerang, mama bertanya tentang jilbabku, mau terus dipake ato ga. Soalnya dulu aku beralasan malu sama temen-temen klo ga pake jilbab. Aku sendiri sebenarnya sudah nadzar klo keterima di Sekolah tinggi itu, aku bakal terus pake jilbab. Akhirnya mama setuju, bahkan mendukung. (Hmm..tau bakal didukung gini, kenapa ga dari dulu aja y..?? dasar, aku memang orangnya terlalu berhati-hati sehingga takut untuk memulai). Mama cuma pesen, klo dah memutuskan pake jilbab, jangan sampai dilepas lagi. Dan jangan ikut yang aneh-aneh, maksudnya yang aliran sesat  gitu. Aku sih iya2 aja..

Setahun memakai jilbab, ga sepenuhnya lurus-lurus aja. Karena masalah jilbab ini sendiri, aku masih mengalami banyak kendala, sampai sekarang mungkin. Kendala itu justru timbul dari rumah. Mama dan papa mungkin belum paham banget masalah ini. Mereka bukannya ga tahu agama, untuk hal-hal kaya gini, memang di jaman mereka informasinya masih minim. Yah, memang harus dimaklumi. Sambil sedikit demi sedikit diberi pengertian. Menurutku, jilbab itu wajib dikenakan wanita sebagai penutup aurat sehingga orang-orang yang bukan muhrim haram untuk melihatnya. Esensi ini yang sepertinya belum bisa dipahami mereka. Mereka pikir klo di rumah, ya ga apa-apa jilbabnya dilepas. Ya ga apa-apa sih, klo lagi ga ada orang lain selain keluarga, tapi kadang kan papa sering manggil tukang buat bersih-bersih atau benerin apa gitu. Risih juga klo ga pake. Trus, dulu kami kan sering banget ngobrol di teras, tapi sejak aku berjilbab, aku sering males. Ini sempat membuat ketegangan sendiri sama mama. Mama tanya kenapa ga mau duduk-duduk di luar lagi. Ya aku bilang aja, malu lah klo keliatan orang lagi ga pake jilbab. Mau pake juga males. Walaupun awalnya sempet tegang, tapi lama-lama hal ini cair juga. Mama mulai bisa memahami. Yang bikin seneng juga, mama sekarang mau nganter minum ke buat tamu. Dulu itu klo ada aku, pasti aku yang disuruh. Sekarang sih, udah paham klo anaknya ini lagi kadang males juga berkostum. Hehe.. keliatannya ribet y, pake jilbab itu. Awalnya mungkin iya. Tapi lama-lama ga juga. Justru aku merasa, sebagai wanita, menjadi semakin terhormat.. Subhanallah, sampai sekarang aku bersyukur masih diberi hidayah untuk berjilbab. Kira-kira setahun lebih setelah aku berjilbab, mama juga akhirnya berjilbab. Alhamdulillah.. seneng banget deh..jadilah sekarang kami sering berburu jilbab bareng..:)

Sebenernya buatku hijrah bukan hanya sekedar pake jilbab aja, lebih dari itu karena hijrah juga berarti perubahan cara berpikir, gaya hidup ke arah yang lebih baik.. dan satu hal yang hingga saat ini aku tanamkan dalam hati, bahwa hanya dengan keimanan, aku yakin kebahagiaan dan ketentraman itu bisa dicapai..dan hijrah itu sendiri ga boleh berhenti sampai pada taraf berjilbab..karena hijrah adalah sebuah proses tiada akhir..

4 komentar:

tinggalkan jejakmu disini ^^