Persiapan digelarnya Pemilu 2009 sudah mulai dilakukan sejak jauh hari sebelumnya. Salah satunya persiapan yang dilakukan adalah dibuatnya undang-undang yang mengatur tentang penyelenggaraan Pemilu 2009, yaitu Undang-undang no 10 tahun 2008. Dalam salah satu pasalnya, yaitu pasal 135, disebutkan bahwa masing-masing partai politik berkewajiban untuk menyerahkan laporan dana kampanye Partai Politik kepada Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk untuk diaudit. Masing-masing partai politik wajib menyampaikan laporan dana kampanye yang meliputi pengeluaran dan penerimaan kepada Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk KPU paling lambat 15 hari setelah tanggal pemungutan suara. Kemudian Kantor Akuntan Publik akan menyampaikan laporan hasil audit paling lambat 30 hari setelah tanggal penyerahan laporan dana kampanye kepada KPU. Jadi terdapat tenggat waktu 30 hari bagi akuntan untuk mengaudit laporan dana kampanye tersebut.
Kendala utama dalam pelaksanaan audit dana kampanye tersebut adalah terbatasnya sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya materi. Estimasi yang telah dilakukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia adalah sebagai berikut. Jumlah partai peserta Pemilu 2009 sebanyak 34 partai politik nasional dan 6 partai lokal di Aceh. Jumlah propinsi, kabupaten, dan kota yang ada di seluruh Indonesia adalah sekitar 504. Jika diasumsikan peserta DPD akan diikuti rata-rata 20 peserta per propinsi, maka terdapat 17.937 laporan dana kampanye yang harus diaudit. Sementara itu, jumlah seluruh akuntan publik yang tersebar di seluruh Indonesia adalah 689 orang. Jika dirata-rata, masing-masing akuntan akan mengerjakan sekitar 26 entitas laporan keuangan yang harus diselesaikan dalam waktu 30 hari.
Terkait dengan penugasan tersebut, yang perlu diperhatikan adalah Pernyataan Standar Auditing (PSA) no 1 mengenai Standar Auditing yang mengharuskan akuntan untuk melaksanakan kesepuluh standar auditing yang telah ditetapkan. Salah satu standar yang ditetapkan, yaitu standar pekerjaan lapangan adalah pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. Ada tiga alasan yang mendasari perencanaan audit ini harus dilakukan dengan baik, yaitu membantu memperoleh bahan bukti kompeten yang cukup dalam situasi saat itu, membantu menekan biaya audit, dan untuk menghindari salah pengertian dengan klien. Bahan bukti yang kompeten ini merupakan hal yang penting untuk mendapatkan hasil audit dengan tingkat keyakinan yang tinggi. Dalam praktiknya, perencanaan audit yang dilakukan untuk satu entitas saja, membutuhkan prosedur yang cukup panjang dan rumit. Termasuk di dalamnya adalah penentuan materialitas, penetapan besarnya risiko audit, risiko yang dapat diterima, dan risiko bawaan. Hal ini perlu untuk ditentukan untuk menentukan seberapa besar tingkat keyakinan atas laporan audit. Ditambah lagi tingkat kerumitan objek yang diaudit dalam laporan dana kampanye, akan menambah kerja ekstra bagi akuntan. Kerumitan audit dana kampanye ini terjadi karena sistem yang berlaku di masyarakat masih menggunakan uang tunai sehingga sulit untuk melacak keluar masuknya uang. Kesulitan lain lain adalah masih rendahnya kemampuan partai politik untuk mengadministrasikan keuangannya denagn baik. Dengan demikian, memang tidak logis jika seorang akuntan dibebani penugasan demikian dengan waktu yang sangat singkat.
Jika dipaksakan pun, hasilnya tidak dapat maksimal dan cenderung asal-asalan.
Permasalahan lain yang timbul adalah besarnya dana audit. Fee jasa audit biasanya dikenakan berdasar banyak waktu pengerjaan dan dikenakan tarif untuk per jam pelaksanaan audit. Dengan pertimbangan kebutuhan klien, tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties), independensi, tingkat keahlian (levels of expertise) dan tanggung jawab yang melekat pada pekerjaan yang dilakukan, serta tingkat kompleksitas pekerjaan, banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh Akuntan Publik dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan, dan basis penetapan fee yang disepakati, fee untuk audit dana kampanye ini ditetapkan sekitar Rp 250.000 per jam. Jadi, untuk mengaudit sekitar 18.000 laporan dana kampanye dengan 22.500 personel dengan jangka waktu audit selama 30 hari, diperlukan Rp 60 juta untuk setiap laporan atau sekitar Rp 1 triliun untuk mengaudit seluruh laporan. Jumlah yang sangat besar tentunya dan biaya sebesar itu ditanggung oleh APBN. Biaya sebesar itu pun belum tentu dapat menghasilkan laporan audit yang akurat karena keterbatasan waktu dan sumber daya manusia tadi.
Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan metode random sampling. Sampel diambil secara random dengan presentase yang sama untuk masing-masing daerah. Audit laporan dana kampanye partai disusulkan hanya dilakukan hingga tingkat propinsi. Jadi, jika partai A memiliki 13 kabupaten/kota, laporannya diserahkan ke propinsi, kemudaian IAI cukup melakukan audit di propinsi saja. Dengan menggunakan metode ini, munculah suatu risiko yang disebut dengan risiko sampling. Risiko sampling adalah risiko yang timbul karena adanya probabilitas (kemungkinan) bahwa pengujian-pengujian terhadap sampel menghasilkan suatu kesimpulan yang mungkin akan berbeda apabila pengujian-pengujian tersebut dilakukan secara sama, tetapi terhadap seluruh populasi. Dengan kata lain, risiko ini berkaitan dengan keandalan hasil audit yang memunculkan suatu pertanyaan, apakah sampel yang diambil cukup untuk merepresentasikan seluruh populasi. Memang, sampel yang sekian persen itu belum tentu dapat merepresentasikan keadaan sebenarnya. Untuk itu, dalam menerapkan sampling ini, akuntan perlu memahami dua konsep penting, yaitu kesalahan sampling (sampling error) dan kesalahan bukan sampling (nonsampling error). Sampling error terjadi ketika auditor membuat kesalahan karena ia tidak melakukan audit terhadap seluruh populasi. Nonsampling error terjadi ketika auditor membuat kesalahan dalam menyimpulkan alasan yang berhubungan dengan ukuran sampel. Contoh dari nonsampling error adalah:
a. seleksi dari populasi yang tidak sesuai dengan tujuan audit
b. kegagalan dalam mendefinisikan deviasi atau kesalahan
c. kegagalan dalam mengidentifikasi deviasi atau kesalahan yang sudah didefinisikan dengan jelas
d. kegagalan dalam menerapkan sampel secara random
e. kegagalan dalam mengevaluasi bukti
Sampling error terjadi ketika sampel mengindikasikan karakteristik yang tidak sesuai dengan karakteristik populasi.
Penerapan metode sampling dalam audit dana kampanye ini memang dapat menekan biaya audit. Penerapan metode ini juga tidak menyalahi UU no 10 tahun 2008 tentang Pemilu. Bahkan, pada pemilu tahun 2004 lalu, metode sampling ini sudah diterapkan. Namun, keandalan hasil audit ini masih perlu dipertanyakan. Apakah dengan sampel yang diambil tersebut sudah cukup mampu merepresentasikan keaaaan yang sebenarnya dalam populasi atau tidak, mengingat dana kampanye yang disalurkan kepada masing-masing daerah tidak sama. Hal lain yang perlu untuk dipertimbangkan adalah hasil audit ini akan mempengaruhi para pengguna laporan, seperti masyarakat yang menuntut adanya transparasi dana. Apabila terjadi kekeliruan dalam pengambilan sampel, dengan kata lain sampel yang diambil ternyata tidak mampu mewakili populasi, hal tersebut akan memberikan dampak yang luas, contoh menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah. Untuk itu, ke depannya perlu dilakukan pembenahan lagi mengenai audit dana kampanye ini.
Daftar Pustaka:
Guy, Dan M, Douglas R. Carmichael, dan Ray Whittington.2002. Audit Sampling an Introduction. Danvers: John Willey & Sons, Inc.
Majalah Akuntan Indonesia edisi 11/tahun II/ September 2008
Pernyataan Standar Auditing
UU no 10 tahun 2008 tentang Pemilu 2009
Detiknews.com
nb: tulisan ini dibuat sejak desember 2008..
udah basi banget materinya..
tapi gpp y, daripada ngendon aj d lepi..
ga ada yang baca..^^
Good artikel
BalasHapusTapi kirain artikel sendiri. sempet shock tadi.. keren banget.. hehe
tengkyu...
BalasHapuseh jangan salah..itu buat sendiri kali..
tp namanya artikel ilmiah kn harus ada referensinya, semacam daftar pustaka gt kn..
mkanya harus ditulis sumbernya..