Rabu, 15 Agustus 2012

Getar Ramadhan

Langit Jakarta masih cerah seperti sore-sore sebelumnya. Kepadatan jalan yang masih juga sama. Yah memang selalu begitu di jam pulang kantor. Setiap pengendara diburu waktu untuk segera sampai ke rumah masing-masing..

Seperti rencana hari sebelumnya, sore ini saya dan teman-teman lingkaran cinta akan melaksanakan buka bersama di sebuah rumah singgah di Senen. Tidak terlalu jauh dari kos..Dan ini adalah kali ketiga saya berkunjung ke rumah tersebut. Selalu dan selalu ada getar aneh ketika memasuki wilayah tersebut. Gang sempit yang hampir tidak bisa dilalui mobil,yang bahkan kami harus mengambil jalan memutar untuk sampai rumah tersebut. Rumah -rumah yang kumuh berjajar rapat. Luasnya yang mungkin hanya sebesar kamar saya di rumah. Dan harus dihuni satu keluarga. Pun rumah tersebut beberapa juga bukan bangunan permanen. Terlihat hanya ada terpal yang sekedar bisa untuk berteduh saja. Dan tak perlu ditanya legalitas rumah tersebut. Ah,masihkah pantas disebut rumah? Getar aneh itu kembali menyapa.



Tawa riuh anak-anak sudah terdengar ketika kami sampai di sana. Sebelum menemui mereka,kami masih harus mengangkut sembako dan makan besar dari mobil ke dalm rumah. Warga di sekitar cukup antusias dengan kedatangan kami. Tanpa dimintai tolong, mereka langsung membantu kami. Tak butuh waktu lama hingga seluruh sembako dan makan besar sejumlah 85 pack itu berpindah tempat. Segera saja kami menuju lantai atas bergabung dengan anak-anak. 

70 anak dari usia TK hingga SD sudah bekumpul di lantai 2 rumah mungil itu. Tentu bukan hal mudah mengatur sedemikian banyak anak. Ditambah kami juga belum mengenal mereka secara personal, tentu lebih sulit lagi mengatur mereka. Salut untuk teman saya yang berhasil menangani mereka ini.

Mb Veny, malaikat penjaga rumah singgah tersebut, mengatakan anak-anak tersebut kadang memang over jika ada orang asing datang. Seolah mereka berebut untuk mencari perhatian. Yah, mau bagaimana lagi, kondisi di rumah saja, terkadang mereka tidak mendapat perhatian dari orang tuanya. Jadi ketika ada orang berkunjung ke rumah singgah itu mereka cukup bahagia mendapat sedikit sentuhan dan perhatian. Deg..kali ini sudah bukan getaran lagi, tapi lebih terasa seperti ada sesuatu yang menghujam..

Ah, anak-anak ini..Bukan sekedar sembako atau makan yang mereka butuhkan..Tetapi sentuhan dan perhatian yang lebih mereka inginkan.. Betapa iri dengan malaikat penjaga rumah singgah itu. Setiap hari hanya memberi dan memberi. Tanpa digaji, tanpa diberi penghargaan.. Hanya dibalas dnegan senyum dan tawa anak-anak itu.. Ah, insya Alloh, balasan dari Alloh akan jauh lebih berlibat dari apa yang kau beri ini..dan sungguh..sungguh saya akan iri denganmu.. Rabb, beri saya kesempatan menjadi seperinya ya.. :)

Malam itu, kami berjalan keluar gang sempit itu. Rumah-rumah berjejer rapat, berdesakan. Penghuninya duduk-duduk di luar, sambil mengobrol dengan tetangganya. Sembari menyapa kami yang lewat sambil mengucapkan terima kasihnya..Getar itu kembali menyusup.. Dan nikmatMu manalagikah yang kami dustakan..

Ketika menulis ini, rasanya masih terbanyang anak-anak itu. Anak perempuan, sekitar kelas 4 SD.dengan kulit hitam legam, rambut merah, dan  kuku-kuku yang kotor. Tampak sangat ceria. Dia berlari-lari gembira mencari perhatian kami, sesekali menghampiri saya menggelendot manja. Tampak sangat mencolok dibanding anak-anak lainnya. Saya mulai ajak bicara. Dan ternyata dia gagu. Makin tampak istimewa di mata saya. Dia masih bisa tersenyum mengahdapi dunianya. Seorang anak laki-laki dengan tubuh hitam gemuk dan terlihat sangat menggemaskan. Masih duduk di kelas 4 SD, sangat banyak bicara dan bercerita. Usianya masih muda dan saya bisa menangkap kecerdasannya. Anak-anak itu tidak butuh sekedar uang. Ketiadaan uang membuat mereka jadi komoditas orang tuanya. Satu hal yang mereka tidak peroleh di masa anak-anak mereka, sentuhan dan perhatian..
Published with Blogger-droid v2.0.6

2 komentar:

tinggalkan jejakmu disini ^^