Rabu, 17 Maret 2021

Topik 7: Menjaga Diri dari Kekerasan Seksual

Kasus kekerasan seksual makin banyak terjadi di Indonesia. Korban dari kekerasan seksual ini didominasi oleh perempuan dan anak-anak. Pelakunya pun bisa bermacam-macam, baik dari orang dalam (orang dekat korban) atau orang luar. Dampak dari kekerasan seksual pada anak-anak dapat berkaibat hingga jangka panjang. Dan tak jarang kustru menjadi lingkaran setan kejahatan seksual. 

Kunci dari menghindari kejahatan seksual ini adalah pendidikan seksualitas pada anak-anak sesuai dengan umurnya. Pemahaman pendidikan seksualitas menajdi penting dan perlu dilang-ulang kepada anak agar anak benar-benar paham. 

Menurut saya, walaupun kasus kekerasan seksual banyak terjadi pada wanita, tetapi saat ini anak laki-laki pun tidak luput dari tindak kejahatan seksual. Jadi baik anak laki maupun perempuan sebaiknya sama-sama diberi pendidikan seksualitas. Kebetulan saya memiliki anak laki dan perempuan. Karena berbeda umur, pendidikan yangs aat inidisampikan tentunya berbeda. Nadya (7 tahun) sudah paham batasan aurat, sejak 6 tahun sudah tidur terpisah dari kami, sudah paham apa yang boleh dan tidak boleh disentuh orang lain. Umar (3 tahun) masih belajar memiliki rasa malu, jika tidak memakai baju di luar kamar. Tapi tidur masih bersama kami. Rencana ke depannya, kami mau menyiapkan satu kamar lagi untuk Umar. Walaupun anak kecil, kami berniat memisahkan kamar anak laki dan perempuan. Ini merupakan salahs atu ikhtiar kami untuk memberikan pendidikan seksualitas untuk anak-anak kami.

Selasa, 16 Maret 2021

Topik 6: Pengaruh Media Digital Terhadap Pemahaman Seksualitas

 Di era serba digital seperti ini, tentunya penggunaan media digital semakin digunakan secara meluas. Anak-anak sebagai peniru ulung orang dewasa tidak luput dari yang namanya media digital. Apalagi sejak pandemi, anak-anak sekolah melalui media digital. Sehingga anak dan media digital rasanya memang semakin sulit dipisahkan. Pada materi ini dibahas mengenai peran media digital dalam pemahaman seksualitas. Dalam pembahasan diapaprkan betapa media digital ini bila tidak diawasi dengan baik, akan lebih banyak memeberikan efek negatif kepada anak-anak. Saking pandainya anak-anak, mereka bsia mencari tahu apapun melalui gadeget. Nah, jika tanpa pengawasan konten-konten dewasa dapat dilihat oleh anak-anak. Disini efek terbesar media digital terhadapemahaman seksualitas.

Sejujurnya saya sendiri memang agak kesulitas memisahkan anak-anak dengan gadget. Sehaj WFH, anak-anak lebih sering liat orang tuanya menggunakan gadget untuk bekerja. Plus Nadya menggunakan gadget untuk sekolah, bahkan sudah dibekali gadget berupa laptop sendiri untuk keperluan sekolahnya. Umar yang paling kecil akhirnya melihat, dan efeknya selama WFH ini dia jadi 'pandai' memainkan gadeget. Yang dilihat seputar video anak-anak saja sebenarnya. Plus selama memegang gadget dengan pengawasan. Memang ya tergoda sekali lo, ketika lagi riweuh kerja, terus anak-anak rewel, cara mendiamkan paling efektif memang diberi gadget biar anteng. Tapi saya dan suami komit agar tidak terlalu sering memberikan gadget untuk anak-anak, selain untuk kepentingan sekolah. Kalaupun sesekali anak-anak pegang gadget diberi batas waktu dan diawasi penggunannya. Selanjutnya sih akan kami beri pembatasan akses, karena kami pun mneyadari segala yang berkonten anak-anak sekalipun tidak semua baik untuk ditonton.

Topik 5: Pentingnya Aqil dan Baligh secara Bersamaan

 Materi di topik 5 adalah Pentinsgnya Aqil dan Baligh secara Bersamaan. Yang saya tangkap di materi ini adalah, aqil dan baligh adalah dua hal yang berbeda. Aqil merujuk pada akal manusia yang ditandai contohnya dengan membedakan baik dan buruk, sedangkan baligh meujuk pada saat dimana seseorang sudah dibebani oleh kewajiban agama. Tanda bahwa seorang anak dikatakan sudah baligh adalah aktifnya organ reproduksi, seperti haid pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak laki-laki. Ternyata aqil dan baligh ini belum tentu dapat berkembang secara bersama-sama. Beberapa anak mengalami baligh terlebih dahulu, tetapi aqilnya belum berkembang. Yang terjadi adalah anak dapat melakuakn penyimpangan seksual, menjadi generasi serba instan dan tidak mandiri, mental uissue health seperti kecemasan. Disini peran orang tua hadir untuk menstumulus aqilnya. Orang tua mendampingi anak-anak serta memberi pengertian menjelang anak baligh. Sehingga pada saat anak baligh, anak sudah siap serta mampu membedakan apa yang baik dan buruk serta konsekuensi dalam setiap tindakannya. Tentunya anak tidak menjadi kaget terhadap perubahan-perubahan tubuhnya. Dengan demikian, diharapkan ketika aqil dan baligh tumbuh bersama, perilaku-perilaku negatif seperti penyimpangan seksual dapat diminimalisir. 

Senin, 15 Maret 2021

Topik 4: Peran Ayah dalam Pengasuhan untuk Pendidikan Seksualitas

 Materi topik 4 ini membahas peran ayah dalam pendidikan seksualitas. Materi dibuka dnegan kisah seorang anak yang hidup terpisah dengan ayahnya karena ayahnya berada di penjara. Tumbuh besar tanpa sosok ayah, membuat sang anak bingung atas gender dan orientasi seksual ang dimilikinya. Alhasil walaupun dia perempuan, tetapi berdandan seperti laki-laki, bahkan sempat menyukai sesama jenis. Ketika dewasa, ayah anak tadi keluar dari penjara dan hadir dalam hidup si anak. Perlahan si anak tadi menjadi lebih feminim. 

Ternyata ya, begitu besar peran ayah dalam mengarahkan pendidikan seksualitas bagi anak. Yang saya tangkap dari cerita di atas adalah memang sosok ayahnya tidak ada dan hadir di masa pertumbuhannya. Nah, yang banyak terjadi saat ini adalah ayah secara fisik ada, tetapi sosok ayahnya tidak ada. Sosok ayah terlalu sibuk dengan dunianya, sehingga tidak pernah benar-benar hadir. Pengalaman saya pribadi, saya ini bukan orang yang cukup dekat dengan papa. Papa saya masih ada, kami tidak tinggal berjauhan. Tapi papa saya adalah seorang yang kaku, tak banyak cakap dengan anaknya. Bahkan, menurut cerita, papa saya jarang menggendong anak-anaknya ketika kami kecil. ditambah ada masa papa sering seklai pergi ke luar kota. alhasil saya memang jarang ketemu san ngobrol dengan papa. Walaupun tidak dekat, saya masih cukup ingat beberapa momen ketika saya kecil dengan papa saya. Alhamdulillah dari beberapa momen itu, saya masih memiliki perasaan memiliki papa. Bersyukurnya saya sendiri tidak sampai salah jalan dan kehilangan identitas diri. Ketika beranjak dewasa, saya malah menyadari memang ada perbedaan perbedaan karakter antara anak-anak yang dekat dengan ayahnya dan yang tidak dekat dengan ayahnya. Anak-anak yang dekat dengan ayahnya cenderung tumbuh menjadi pribadi yang kuat, berani mengambil keputusan, emosionalnya lebih stabil. Berbeda dengan saya, yang cenderung sulit mengambil keputusan, gampang goyah, emosi tidak stabil. terlepas dari sifat bawaan ya. Dan barangkali apa yang saya simpulkan ini bsia jadi salah. Tapi setidaknya sampai saat ini, seperti itu hasil pengamatan saya. Dan karenanya, saya tidak ingin anak-anak saya tidak dekat dengan ayahnya. Walaupun waktunya seidkit, tapi dari yang sedikit itu semoga cukup berkualitas utnuk mebersamai anak-anak.



Kamis, 11 Maret 2021

Topik 3: Peran Orang Tua dalam Membangkitkan Fitrah Seksualitas

Fitrah adalah apa ang menjadi kejadian atau bawaan manusia dari sejak lahir. Fitrah dapat diklasifikasikan ke dalam 8 hal, yaitu fitrah keimana, fitrah perkembangan, fitrah bahasa dan estetika, fitrah jasmani, fitrah seksualitas, fitrah individualitas dan sosialitas, fitrah belajar, dan fitrah bakat. Fitrah seksualitas adalah fitrah yang dibawa setiap individu. Sejak lahir, setiap manusia memiliki jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Jika saya hubungkan pada materi pada topik pertama, seiring pertumbuhannya, pengaruh lingkungan, pengetahuan dan pengalaman diri akan mempengaruhi gender dan orientasi seksualnya. Bagi anak perempuan seharusnya feminitas akan berkembang sehingga menjadi goalsnya adalah menjadi bunda sejati. Bagi anak laki-laki, sisi maskulinitasnya harus lebih berkembang agar memiliki sifat kelelakian dan keayahan sejati.

Peran orang tua menajdi sangat penting agar fitrah seksualitas anak tumbuh dengan baik. Tujuannya menumbuhkan fitrah seksualitas ini adalah agar anak mengetahui identitas seksualnya, anak mampu berperan sesuai identitasnya, dan anak mampu melindungi dirinya dari kejahatan seksual. Jika fitrah ini tidak dibangkitkan dengan baik, yang banyak terjadi saat ini adalah anak-anak tidak dapat mehamai dengan baik identitas dirinya. Implikasinya adalah banyaknya penyimpangan seksual, suami istri tidak dapat mengetahui peran masing-masing, perasaan terasing.

Membangkitkan fitrah seksualitas ini sesuai dapat dibagi sesuai dengan umurnya, yaitu mulau usia 0-2 tahun, usia 3-6 tahun (pra latih), usia 7-10 tahun (pre aqil baligh 1), usia 10-14 tahun (pre aqil baligh 2), dan usia >15 tahun (post aqil baligh).

Topik 2: Pendidikan Seksualitas Sejak Dini

Fenomena kekerasan seksual kepada anak makin marak terjadi. Sebagai orang tua, kita semakin menyadari bahwa betapa pentingnya pembekalan pendidikan seksualitas pada anak sejak dini. Pendidikan seksualitas dimulai dari pengenalan terhadap keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga besar. Faktanya pula, kekerasan seksual justru dilakukan oleh orang-orang terdekat. Untuk itu, pengenalan terhadap keluarga menjadi penting agar anak paham siapa saja orang yang berada di sekitarnya. 

Pendidikan seksualitas dikenalkan kepada anak usia dini sesuai dengan umurnya. Pada usia 0-2 tahun, pendidikan seksualitas dikenalkan melalui pengenalan namanya. Hal ini untuk mulai mengajarkan identitas dirinya. Selanjutnya pemberian ASI ekslusif bertujuan agar anak memliki bonding dengan ibunya. 

Di usia 3 s.d. 6 tahun, anak mulai dikenalkan perbedaan laki dan perempuan, sekaligus mengenalkan identitas dirinya. Mengajarkan kepada anak bahwa dirinya adalah laki-laki atau perempuan. Orang tua dapat memangil pangglan sayang kepada anak dengan nama-nama yang menunjukkan bahwa dia laki-laki atau perempuan. Di fase ini, anak-anak harus dekat dengan kedua orang tuanya suapa anak memiliki role model yang jelas antara laki-laki dan perempan. Anak-anak juga mulai diajarkan bagian-bagian tubuh apa saja yang boleh dan tidak boleh disentuh serta siapa saja orang-orang yang boleh membantunya, misalnya membantu cebok.


Senin, 08 Maret 2021

Pemahaman Perbedaan Gender

Live FBG hari pertama ini materinya adalah Pemahaman Perbedaan Gender. Materinya ngeri-ngeri sedap, soalnya saya jadi overthinking. dalam materi ini disampaikan bahwa antara gender, seks, dan orientasi seksual. Seks adalah sesuatu yang given dari Alloh, tidak bisa berubah, sekalipun lewat operasi. Seks merujuk pada dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Jika seorang pria merubah kelaminnya, sejatinya dia tetap laki-laki karena dia tidak memiliki rahim dan sel telur, begitu juga sebaliknya perempuan yang berubah kelamin menjadi laki-laki tetaplah perempuan karena dia tidak dapat membuahi. 

Gender merujuk pada identifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya. Sifatnya tidak tetap, dapat berubah. Sementara orientasi seksual adalah rasa ketertarikan secara seksual maupun emosional terhadap jenis kelamin tertentu yang dapat diikuti perilaku seksual atau tidak. 

Dari penjelasan ketiga hal ini saja, saya sudah mikir kemana-mana. Ceritanya ada seorang kenalan saya, yang merubah jenis kelaminnya dari laki-laki menjadi perempuan. Disini saya baru sadar, gender dan orientasi seksual memang bisa berubah. Banyak hal yang bisa mempenagruhi hal ini, bisa dari sosial, lingkungan, keluarga. Kasus kenalan saya ini, dia dibesarkan oleh single mother. Ayahnya meninggal saat usianya masih dini. Dia tumbuh besar hanya bersama ibu dan kakak perempuannya. Bisa jadi dominansi perempuan dan ketidaan sosok laki-laki dalam tumbuh kmebangnya memengaruhi gender dan orientasi seksualnya. 

Karena hal tersebut, penting bagi orang tua untuk mengenalkan perbedaan gender sejak dini. Walaupun seks, gender, dan orientasi seksual adalah 3 hal yang berbeda, tetapi ketiganya bisa berkaitan. Anak berjenis kelamin perempuan walaupun tomboy, tetap diajarkan peran dan fungsinya sebagai perempuan. Laki-laki diajarkan pula peran dan fungsinya sebagai laki-laki. Sehingga ketika dewasa, anak-anak tidak gagap dan bingung terhadap identitasnya. 

Sabtu, 06 Maret 2021

Aurat

Salah satu hasil diskusi kelompok kami dalam rangka persiapan pendidikan seksualitas untuk anak usia dini adalah mengenalkan aurat. Penjabaran mengenal aurat ini sebenarnya cukup banyak. Diantaranya adalah  sejak bayi anak sudah disiapkan untuk mengenal malu ketika membuka aurat di depan umum. Untuk anak perempuan yang usianya lebih besar, mulai diajarkan memakai jilbab ketika keluar rumah. Selanjutnya baik anak laki dan perempuan diajarkan pula mengenal organ tubuhnya yang boleh dan tidak boleh disentuh.

Pengalaman saya sendiri, untuk Nadya Alhamdulillah dari bayi sudah mulai diajarkan memakai jilbab ketika keluar rumah. Ketika mulai besar, Nadya mulai berpikr kritis. Diantara pertanyaannya adalah ketika melihat perempuan lain tidak menggunakan jilbab. Baginya, jilbab adalah keharusan ketika berada di luar rumah. saat itu, saya hanya dapat menjelaskan bahwa perempuan yang tidak memakai jilbab di luar, bisa jadi perempuan non muslim. Pertanyaannya tidak berhenti sampai disini, karena dia pernah menemukan orang yang jelas dia tahu orang islam tetapi tidak menggunakan jilbab. Untuk pertanyaan ini saya jawab, mungkin yang bersangkutan belum tahu kalau jilbab itu wajib. Hanya jawaban itusaja, sementara Nadya sudah cukup puas. Terkait jilbab ini, ada pengalaam saat salah seorang ART kami tidak mengenakan jilbab. nadya saat itu berumur sekitar 5 tahun, bertanya dengan polosnya ke ART tersbeut kenapa tidak menggunakan jilbab. entah katenamalu atau tidak enak hati dengan Nadya, tidak berapa lama ART tersebut akhirnya mengenakan jilbab :D

Di usia lebih dewasa lagi, pertanyaan Nadya semakin kritis. Nadya melihat ketika saya menginap di rumah nenek atau di rumah ada tamu, saya akan menggunakan jilbab. Baru saat pertanyaan ini muncul, saya mulai menjelaskan jawaban yang lebih ilmiah. Sekalian menyampaikan makna aurat perempuan. Apa saja aurat perempuan dan kepada siapa saja perempuan boleh melepas jilbabnya. alhamdulillah ketika sekarang berusia 7 tahun, Nadya sudah cukup paham. Nadya tahu kapan dan dimana saja saya boleh melepas jilbab. Termasuk juga Nadya paham ketika saya sedang tidak berjilbab, tidak boleh difoto sama sekali. Walaupun Nadya belum bisa mengimplemetaskan untuk dirinya sendiri.  Menurut saya karena di usia tersebut juga sebenarnya belum dikenai hukum wajib, jadi Nadya masih banyak kelonggaran untuk melepas jilbab. Saat ini yang penting adalah pembekalannya dulu saja. Poin saya sih jangan sampai kewajiban seperti ini justru membebani anak di kemudian hari, tapi justru anak tidak paham esensinya. 

Kamis, 04 Maret 2021

Mainan dan Warna Tidak Memiliki Gender

Diskusi hari ini masih berlanjut dengan hal-hal yang perlu disiapkan untuk mengajarkan pendidikan seksualitas pada anak usia dini. Dalam diskusi ini ada bagian yang cukup menarik ketika seorang kawan memasukkan pemilihan warna baju untuk anak laki dan perempuan sebagai hal yang perlu diajarkan di usia dini. Nah saya jadi tercetus kalau begitu mainan juga harus dibedakan dari sejak dini. Sejujurnya saya sempat mengalami kekhawatiran. Dulu ketika Nadya masih balita, dia cenderung menyukai mainan bola, mobil, pesawat. Boneka dan masak-masakan yang disiapkan cenderung tidak disentuhnya. Nadya sama sekali tidak tertarik. Saya pikir yaa kalau anak perempuan ga suka boneka masih wajar dan ga masalah juga ketika nadya lebih suka 'permainan laki-laki'. Ditambah pula Nadya ga suka pakai rok. Saya pikir anaknya mungkin agak tomboy. Jadi saya tidak terlalu ambil pusing. Seiring berjalan waktu, Nadya malah mulai tertarik dengan 'mainan perempuan' seperti main boneka, masak-masakan. Belakangan ini, boneka dan masak-masakannya jadi banyak.

Kekhawatiran mulai saya rasakan pada Umar ketika umurnya 1 tahun. Sebagai adik, Umar cenderung melihat kakaknya. Sempat ada masa Umar sangat menyukai mainan masak-masakan. Sampai akhirnya saya stok mainan mobil-mobilan cukup banyak, tapi sayangnya Umar tidak tertarik. Ketika ada banyak mainan, Umar akan lebh tertarik main masak-masakan. Parahnya ada tetangga yang memberikan pendapat memojokkan bahwa ga baik anak laki-laki itu main masak-masakan. Harusnya dikasih bola atau mobil saja. Sempat panik karena khawatir jangan-jangan nanti Umar keterusan menyukai barang-barang perempuaan. Tapi di siis lain suami dan salah seorang teman saya meyakinkan bahwa hal tersebut masih normal. Karena di usianya anak cenderung tertarik dengan yang dilihat. Lagipula kalau mainan masak-masakan, toh saat ini namanya chef kebanyakan juga laki-laki. kalau Umar suka main gendong-gendong boneka, toh nanti dia insya Alloh akan jadi bapak. Pada akhirnya yasudahlah, mencoba tetap tenang. Alhamdulillah di usia Umar 3 tahun, kesenangan Umar mulai bertambah. Saat ini anaknya malah seneng banget main mobil-mobilan. suka liat papanya nukang. Tertarik dengan hal-hal yang mekanis. Walaupun ada kalanya masih main masak-masakan, dia berperan jadi penjualnya. Atau main gendong boneka. Yaa, intinya sih akhirnya saya sadar mainan itu memang tidak perlu dilabeli ini mainan laki-laki atau perempuan. Karena dengan main masak-masakan saja, ga serta merta merubah anak laki-laki jadi kemayu. Main bola ga serta merta membuat anak perempuan jadi jagoan. 

Begitu pula dnegan warna. Hasil diskusi tadi siang juga disebutkan bahwa tidak sebaiknya melabeli warna-warna tertentu adalah warna laki-laki atau perempuan. Karena kembali ke rules bahwa warna dan juga mainan tidak memiliki gender.


Rabu, 03 Maret 2021

Zona 7:Pendidikan Seksualitas

Memasuki zona 7 kelas Bunda Sayang, tema kali ini adalah Pendidikan Seksualitas. Zona ini lebih menantang daripada zona-zona sebelumnya. Zona kali ini dimainkan secara berkelompok. Seluruh mahasiswa kelas Bunda Sayang dibagi ke dalam kelompok berdasarkan wilayah, untuk selanjutnya masing-masing kelompok berdiskusi di dalam kelompoknya sesuai subtema yang diberikan. Saya bergabung dalam kelompok Bekasi 1 dan mendapat subtema Pendidikan Seksualitas Sejak Dini. 

Hari ini grup kami sudah mulai melakukan diskusi. Saya sendiri belum dapat mengikuti diskusi grup secara penuh karena bertepatan dengan rapat. Alhamdulillah masih sempat manjat-manjat dikit di grup. diskusi hari ini dimuali dari latar belakang kenapa pendidikan sesksualitas ini penting diajarkan sejak dini. Hal ini disebabkan karena banyaknya kasus pelecehan seksual yang dialami oleh anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Anak-anak terutama di usia yang sangat muda tidak paham bahwa mereka telah menajdi korban kejahatan, tetapi hal tersebut tanpa sadar terekam dalam alam bawah sadarnya dan tentunya berdampak pada psikologis anak-anak tersebut di kemudian hari. Parahnya sebagian kejahatan seksual ini dilakukan oleh orang-orang terdekat. TT

Selanjutnya, diskusi berlanjut dengan hal-hal apa saja yang dapat dilakukan untuk mengajarkan pendidikan seksualitas sejak dini. Diantaranya adalah mengajarkan aurat kepada anak laki dan perempuan, memberikan pemahaman organ tubuh mana saja yang boleh dan yang tidak boleh disentuh orang, dan mengawasi tontonan anak baik pada tv maupun gadget. Menurut saya upaya pencegahan ini memang perlu sekali. Walaupun anak masih kecil dan belum paham, tapi berupaya terus dilatih dan diajarkan. Misalnya membiasakan anak untuk ganti baju di kamar, mengajarkan bahwa kalau tidak pakai baju itu malu. Yang ini sih masih PR untuk Umar. Karena di usia segin ternyata memang fasenya suka ga pakai baju -_-. Pelan-pelan deh dibilangin kalau kalau pakai baju itu malu. Untuk nadya, di usianya 7 tahun, Alhamdulillah sudah konsisten menggunakan jilbab jika keluar rumah. Sudah paham aurat. Selanjutnya, saya masih riset, apalagi yang haris diajarkan di usia ini.

Alhamdulillah ya, ketika butuh pencerahan tentang pendidikan seksualitas untuk anak, pas sekali tema zona 7 ini. Yey, semangat mencari ilmu di zona 7.